Industri Batik Berkelanjutan

BISNISTIME.COM, Di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap isu keberlanjutan, batik tidak hanya dipandang sebagai produk budaya, tetapi juga sebagai representasi gaya hidup yang selaras dengan nilai-nilai pelestarian ling-kungan. Momentum ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk menegaskan kembali komitmen peles-tarian wastra melalui pendekatan yang lebih inklusif, inovatif, dan berorientasi masa depan. Generasi muda menempati posisi strategis dalam menggerakkan transformasi ini.
Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Menteri Bidang Iklim Usaha dan Investasi Kementerian Perindustrian, Doddy Rahadi, dalam Talkshow Community Engagement sebagai rangkaian kegiatan Industrial Festival feat. Gelar Batik Nusantara 2025. Mengusung tema “Batik dan Keberlanjutan: Lestarikan Tradisi, Lestarikan Bumi”, kegiatan talkshow ini menjadi bagian dari kampanye Kemenperin untuk mendorong adopsi praktik industri ramah lingkungan dan memperkuat nilai budaya dalam sektor manufaktur nasional.
“Bonus demografi yang tengah kita alami membuka ruang besar bagi generasi muda untuk menjadi peng-gerak utama perubahan. Mereka adalah agen penting dalam mewujudkan sustainability, termasuk di sektor industri kreatif seperti batik,” ujar Doddy di Jakarta, Jumat (1/8).
Peluang tersebut selaras dengan geliat industri kecil dan menengah (IKM) sektor fesyen yang terus menun-jukkan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sebab, sektor ekonomi kreatif mampu me-nyumbang sebesar 7,8 persen terhadap PDB nasional, dengan salah satu kontribusi terbesarnya berasal dari industri kreatif subsektor fesyen dan kriya.
Di samping itu, berdasarkan data BPS, hingga tahun 2022 tercatat terdapat lebih dari 958 ribu IKM fesyen, yang terdiri atas IKM tekstil sebanyak 303.485 unit, pakaian jadi sebanyak 594.912 unit, serta kulit dan alas kaki sebanyak 60.760 unit. Ketiga subsektor tersebut secara kumulatif pula menyerap lebih dari 1,6 juta tenaga kerja, yang sebagian besar berasal dari kalangan usia produktif.
Sebanyak 67,5 persen penduduk Indonesia yang merupakan generasi muda dan berada pada usia produktif, menurut Doddy, memiliki kapasitas tinggi dalam hal kreativitas, pemanfaatan teknologi digital, serta se-mangat inovasi. Dalam pelestarian batik, generasi muda tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pen-cipta tren dan pelaku industri yang aktif.
Doddy menyampaikan, terdapat pergeseran positif dalam cara generasi muda memaknai batik. Jika dahulu batik identik dengan pakaian formal dan kesan konservatif, kini anak muda mulai mengadopsinya sebagai bagian dari gaya kasual dan streetwear. Bahkan, banyak dari mereka yang melahirkan label fesyen lokal berbasis batik, menciptakan desain yang segar, serta mempromosikannya melalui platform digital dengan pendekatan visual yang menarik.
“Batik bukan lagi sekadar pakaian upacara. Bagi generasi muda, batik telah menjadi simbol identitas dan ekspresi budaya yang bisa dibanggakan. Ini potensi besar yang harus terus kita dukung,” katanya.
Kementerian Perindustrian terus mendorong narasi keberlanjutan dalam industri batik, termasuk dengan mempromosikan proses produksi yang ramah lingkungan, penggunaan pewarna alami, serta mendorong transparansi rantai pasok dari pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM). Edukasi kepada konsumen muda juga dilakukan melalui berbagai kampanye dan festival.
“Kita harus membangun hubungan emosional yang lebih dalam. Ini bukan hanya tugas satu pihak. Harus ada kolaborasi dari pemerintah, pelaku industri, pendidikan, media, hingga komunitas. Semuanya perlu bergerak bersama untuk menjaga batik tetap hidup dan dikenal, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di mata dunia,” tutur Doddy.
Ia menambahkan, kegiatan seperti Gelar Batik Nusantara dan Industrial Festival merupakan wujud nyata komitmen Kemenperin dalam membuka ruang kolaborasi antara industri, komunitas, dan generasi muda. Platform ini sekaligus menjadi sarana edukasi publik dan promosi batik Indonesia di pasar domestik mau-pun global.
“Melestarikan batik bukan sekadar mempertahankan kain bermotif indah. Ini tentang merawat identitas bangsa, menghormati perajin, dan bertanggung jawab terhadap bumi tempat kita berpijak. Mari terus berkolaborasi, mulai dari diri sendiri, mulai dari hari ini,” tegasnya.
Sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem industri fashion yang berkelanjutan, salah satu brand fesyen lokal yaitu KaIND, turut berperan melalui penerapan prinsip sustainable fashion yang mengedepankan pelestarian budaya dan ramah lingkungan.
“KaIND berangkat dari keyakinan bahwa kearifan lokal merupakan fondasi penting dalam membangun in-dustri fashion masa depan. Melalui pendekatan yang etis, estetis, dan berdampak sosial, kami ingin men-dorong transformasi industri yang tidak hanya berdaya saing secara global, tetapi juga berpihak pada ling-kungan dan komunitas,” ujar Founder KaIND, Melie Indarto.
Penyelenggaraan Industrial Festival 2025 berkolaborasi dengan Gelar Batik Nusantara berlangsung pada 30 Juli – 3 Agustus 2025 di Pasaraya Blok M. Festival ini mengusung tagline #BATIKRIZZ yang menegaskan bahwa batik bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga bagian dari industri kreatif masa kini yang menjun-jung tinggi inovasi, digitalisasi, dan prinsip keberlanjutan.
Festival ini juga akan dimeriahkan dengan Kompetisi Konten Kreatif dan peluncuran Sayembara Maskot In-dustri yang terbuka bagi publik termasuk mahasiswa, untuk merancang maskot yang merepresentasikan semangat industri 4.0 Indonesia.